Rumah Ingatan

Aku hanya ingin sedikit mengulurkan ikat memori yang lekat kusimpan dalam anganku. Tentang sebuah perjalanan yang yaah.. kau sebut klise, kuno, hambar pun aku tidak peduli. Ini hanyalah sebuah pesta huruf yang kusederhanakan dengan sedikit sentuhan kenangan.

Fijar lampu di atap-atap kampus adalah simbol kelahiran kisah ini. Untuk massa dengan bayangan seragam yang telah terlunturkan waktu di bangku-bangku tawa. Kita mulai terstruktur rapi dengan arah minat yang coba diikat dalam satu ruang. Sedikit banyak dipaksa berpikir sendiri tentang jalan yang masih terpenuhi semak ilalang. Inilah saat di mana kita mulai mengenal merah yang sesungguhnya.

Sempat berpikir ini hanyalah formalitas di atas rutinitas dalam pengaplikasian humanitas. Tetapi adakah formalitas yang berlaku konstan dengan sebuah kebahagiaan? Sederhana, dakwah kecil yang tersirat di dinding-dinding persegi panjang atau goresan huruf bermakna di setiap fajar terbuka nyatanya telah memperkecil jarak di antara kita. Kini, sepertinya kitalah telah menjadi bagian merah  itu. Belajar, berproses, berpikir, berjuang, bosan, jalan-jalan, lelah, jalan-jalan. Tidak sesederhana itu, tapi itulah yang paling merah di antara semua kenangan dalam simpul memori.

Saatnya… rotasi waktu mengikis kisah ini. Bukan untuk kepergian abadi, hanya saja sedikit pergeseran persepsi, juga rutinitas yang sedikit menjejali diri. Bukan telah mampu berpisah, hanya saja praktik tak serapi Teori Darwin dan manusia adalah pelaku terhebat dalam pembuatan rencana indah dan mereka jugalah terdakwa utama dalam penggagalan rencana tersebut sebab apalah daya saat Dia tak memberi tiket legalisasi rencana.

Kini tak semudah belajar, berproses, berpikir, berjuang, bosan, jalan-jalan, lelah, jalan-jalan saja, mulai ada rekan baru tetapi kawan lama yang sedikit mengekor perjalanan kita bernama tanggung jawab. Aku di sini, kamu di situ, dia di sana. Tanggung jawab masing-masing dengan porsi masing-masing.

Meski kini aku sedikit lupa caranya berpikir sembari bermain, yang tak lupa adalah mereka sebagai rumahku letak berpikir dan bermain. Rumah? Rumah yang penuh cerita dan perjalanan. Rumah yang penuh onak dalam kenangan. Rumah yang sedikit banyak mulai kabut dari pandangan, namun rumah yang akan selalu terbingkis rapi dalam nadi ingatan.

 

Dedikasi :

Rekan-rekan Dakwah Media Pena IMM FTI UAD 2015